Penyakit Katastropik pada BPJS Kesehatan |
Sebuah wacana/ issue berbau semriwing memberitakan bahwa BPJS Kesehatan tidak menanggung
sepenuhnya penyakit katastropik. Banyak masyarakat yang menjadi gempar dan
mulai angkat bicara. Beberapa di antaranya pura-pura gempar, padahal (mungkin
saja) tidak tahu apa itu arti penyakit katastropik....dan lebih mungkin lagi
tidak punya kartu BPJS pula =)p
Berita tentang wacana ini dapat dilihat di SINI.
Sebelum memulai saling melemparkan opini tentang wacana tersebut, mari kita lihat dulu
Sebelum memulai saling melemparkan opini tentang wacana tersebut, mari kita lihat dulu
- Apa maksudnya penyakit katastropik?
- Bagaimana dampaknya bagi kita jika kedepannya BPJS Kesehatan akan memberlakukan cost sharing terhadap penyakit katastropik tersebut ?
- Tips super mudah apa yang bisa kita lakukan?
Pertama-tama, kita buka lapisan satu dulu. Pengenalan
tentang penyakit katastropik.
Melihat Penyakit katastropik ini bisa dari 3 sudut pandang.
Sudut pandang pertama adalah masalah mengancam jiwa.
Sudut pandang kedua adalah
mengancam finansial.
Dan, sudut pandang ketiga adalah mengancam kualitas hidup
(dalam hal waktu).
Kesimpulannya :
Penyakit katastropik adalah penyakit yang berpotensi menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan jiwa. Penanganan medis yang dibutuhkan juga memerlukan biaya yang mahal. Hal ini terkait dengan waktu penanganan penyakit yang lama – bahkan seumur hidup!
Penyakit katastropik adalah penyakit yang berpotensi menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan jiwa. Penanganan medis yang dibutuhkan juga memerlukan biaya yang mahal. Hal ini terkait dengan waktu penanganan penyakit yang lama – bahkan seumur hidup!
Untuk kasus BPJS Kesehatan, yang notabene adalah asuransi
kesehatan yang bersifat sosial, maka tentu saja lebih menitip beratkan pada
sudut pandang ke dua (finansial).
Mari ambil salah satu contoh kasus Penyakit Katastropik :
STROKE.
Penyakit Stroke itu adalah penyakit yang kejadiannya di
otak. Kerusakannya menyebabkan gangguan fungsi otak dalam berbagai bentuk,
misalnya salah satunya gangguan gerak tangan/kaki. Biaya penanganan penyakit
Stroke tidak main-main. Terhitung dari kejadian serangan saja perlu penanganan
kegawatdaruratan dengan sarana medis yang berbiaya tinggi. Penanganan
kegawatdaruratan yang tepat akan meningkatkan hasil kesembuhan pasien.
STROKE |
Nah, penanganan kedaruratan yang tepat ini juga memerlukan
sarana prasarana yang mahal. Lihat saja biaya CT-Scan di beberapa kota di
Indonesia. Bisa jadi biayanya di atas 500 ribu rupiah, bukan?
Sesudah penanganan kegawatdaruratan maka akan dilanjutkan ke
penanganan perawatan yang cukup di rumah sakit, hingga akhirnya dapat pulang.
Setelah pulang pun masih ada waktu untuk kontrol. Tidak hanya satu dua kali,
melainkan berkali-kali. Tergantung dari faktor resiko yang menimbulkan serangan
stroke dan tingkat resiko pasien untuk menjadi stroke lagi.
Anggap saja penyebab stroke nya adalah HIPERTENSI/ Tekanan
Darah Tinggi. Maka, setiap bulannya, pasien harus dikontrol dan mengambil obat HIPERTENSI.
Mengapa setiap bulan harus mengambil obat hipertensi ?
Karena, secara penelitian medis, penderita dengan hipertensi
harus terus meminum obat hipertensi SEUMUR HIDUPNYA, apalagi jika disertai
faktor resiko (dalam kisah ini adalah Stroke). Hipertensi yang tidak terkontrol
akan meningkatkan kemungkinan munculnya STROKE KE 2, dan seterusnya.
Bahaya, kan?
Sudah bahaya, lama pula penanganannya.
Sudah lama, biayanyapun mahal.
Maka, cocoklah penyakit STROKE dan HIPERTENSI dimasukan
dalam Penyakit Katastropik.
Dok, gak apa-apa biaya mahal, yang penting jiwa selamat!
Benar sekali ! Itulah kenapa ada “Pahlawan Penyelamat” yang
bernama asuransi BPJS Kesehatan.
Kalau tidak ada asuransi kesehatan (dalam bentuk apapun),
yakin deh ceritanya bisa lain lagi =))
Betul, apa Betul Banget???
COST SHARING |
Dampaknya
apa, nih?
Kalau kedepannya BPJS Kesehatan menerapkan cost sharing bagi Penyakit Katastropik
apa dampaknya?
Cost Sharing artinya BPJS Kesehatan tidak menanggung
seluruhnya biaya pada Penyakit Katastropik.
Lalu berapa bagian yang ditanggung? Sisanya siapa yang
menanggung?
Nah, hal ini belum jelas, karena semua ini masih rumor.
Anggap saja kita sebagai penentu kebijakan, dan kita gambarkan bahwa BPJS
Kesehatan hanya menanggung 70% biaya dan sisanya 30% ditanggung pasien.
Jadi :
Anggap saja biaya perawatan STROKE di rumah sakit mencapai 10
juta rupiah (hal yang bisa terjadi), maka
70% biaya ditanggung BPJS sebesar 7 juta rupiah.
30% biaya ditanggung Pasien sebesar 3 juta rupiah.
Lumayan ya..., lumayan merogoh dompet maksudnya.
Lalu berikutnya bagaimana ?
Ya tetap sesuai penanganan standar medis. Setiap bulan
Pasien harus kembali ke rumah sakit untuk dikontrol dan mengambil obat. Anggap
saja untuk biaya kontrol dan mengambil obat
per bulan sebesar 300 ribu (sudah biaya mepet ini). Inipun di-cost
sharing-kan.
Jadi :
70% biaya ditanggung BPJS sebesar 210.000
30% biaya ditanggung Pasien sebesar 90.000
Setiap bulan berlangsung seperti ini....hingga seumur hidup.
Ya...lumayan lah...., lumayan merogoh dompet lagiii.
Singkat cerita, dampak-nya adalah bertambahnya pos
pengeluaran anggaran untuk kesehatan.
Bagi beberapa orang mungkin uang sebesar itu tidak masalah.
Lain halnya bagi sebagian lagi yang masih sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kecenderungan sekarang ini, penyakit JANTUNG, HIPERTENSI, STROKE, DIABETES,
GINJAL, tidak hanya menyerang orang berduit saja, bahkan orang yang duitnya mepet kerak kantong pun terkena.
Hal ini ada
sisi baiknya
Loh, kok bisa ?
Tentu saja bisa!
Ketika ada “ancaman” bahwa biaya untuk kesehatan meningkat
karena Penyakit Katastropik, maka sebagian besar orang TENTU akan berusaha
untuk tetap sehat. Atau paling maksimal hanya sakit ringan. Seringkali kita
menggampangkan masalah sakit. “Gara-gara” ada BPJS Kesehatan yang menanggung
HAMPIR SEMUA penyakit, kita malah lupa untuk merawat diri SUPAYA TIDAK SAKIT.
Istilah blak-blak-annya kita terlalu MANJA dengan BPJS Kesehatan.
“Tenang saja, nanti kalau sakit ada BPJS Kesehatan yang
menanggung.” barangkali begitu dalam pikiran.
Kami harapkan sih tidak terjadi seperti itu.
Asuransi BPJS Kesehatan seharusnya sebagai “mitra” di saat
BENAR-BENAR membutuhkan, atau BENAR-BENAR sakit. Artinya : sebelum sakit, kita
sudah berupaya untuk menjaga diri dengan baik, dengan pola hidup yang sehat,
pola hidup CERDIK. Namun, musibah datang dalam bentuk penyakit. Nah, di sinilah
BPJS Kesehatan masuk sebagai “mitra” melewati musibah penyakit tersebut – dalam
bentuk finansial.
Lain kisahnya jika sejak awal sudah merokok, olahraga tidak
pernah, tidur tidak teratur, makan sembarangan. Penyakit yang muncul itu BUKAN
musibah, tetapi HASIL KERJA.
Lain kan?
Tips Supaya
Terhindar Dari Masalah Ini
Kami punya TIPS yang mudah supaya terhindar masalah rumor
BPJS ini.
Pertama : tidak usah masuk BPJS Kesehatan.
Jika Anda tidak masuk BPJS tentu Anda tidak perlu memikirkan
masalah ini karena Anda menanggung sendiri 100% biaya sakit Anda. Berarti Anda
tipe orang super kaya. Betul.. Betul...Betul...
Kedua : jaga pola hidup dengan perilaku C.E.R.D.I.K
Ini seperti anda mencicil hidup yang baik supaya Anda tetap
sehat hingga usia lanjut. Seperti misalnya HIPERTENSI, Anda HANYA PERLU
mengurangi konsumsi garam atau makanan yang asin-asin, atur olahraga per
minggunya, dan atur pola tidur. Yup, SEMUDAH itu!
Ketiga : pertimbangkan untuk menambah perlindungan
dengan ASURANSI TAMBAHAN.
Cari Asuransi yang bayarannya ringan. Bahkan sekarang sudah
ada Asuransi yang memberikan biaya harian 2000 rupiah, kan? Berarti, jika
dibandingkan dengan beli rokok, anggap menabung 1 batang rokok per hari untuk
perlindungan yang tidak terduga. Benar atau Benar Banget ??
Nah, setelah membaca informasi ini, Kami harapkan Anda bisa
lebih percaya diri (PD) ketika bergosip di warung atau di kantor mengenai BPJS
Kesehatan ini. Anda sudah punya ilmunya, tinggal digunakan untuk bergosip yang
sehat.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut Anda ?